Selasa, 20 Mei 2008

Tebing Citatah


Citatah
Tebing Citatah merupakan tonggak awal sejarah perkembangan panjat tebing di Indonesia. Tebing kebanggaan para pemanjat Bandung ini terletak di Desa Cipatat, Padalarang, Bandung yang tak jauh dengan lokasi pertambangan marmer dan batu kapur. Jenis batuan pada tebing ini adalah karst, tingkat kesulitan bervariasi. Tebing 125 dan tebing tebing 48 merupakan tebing pilihan para pemanjat, disamping mudah dijangkau terdapat banyak jalur yang dapat dipanjat.


sumber : http://www.himpasvignecvara.org/modules.php?name=News&file=print&sid=34

Senin, 19 Mei 2008

Mount Gede Pangrango National Park

Mount Gede Pangrango National Park is a national park in West Java, Indonesia. The park is centred on two volcanoes—Mount Gede (2,958 m) and Mount Pangrango (3,019 m)—and is 150 square kilometres in area. It evolved from already existing conservation areas, such as Cibodas Nature Reserve, Cimungkat Nature Reseve, Situgunung Recreational Park and Mount Gede Pangrango Nature Reserve, and has been the site of important biological and conservation research over the last century. Lower and upper montane and subalpine forests are within the park and have been well studied. To the north of Mount Gede is a field of Javanese Edelweiss (Anaphalis javanica). The park contains a large number of species known to occur only within its boundaries, however, this may be a result of the disproportionate amount of research over many years. The area is two hours drive from the Indonesian national capital, Jakarta, usually via Cibodas Botanical Garden.

Gede Pangrango National Park, together with four others, was established under a declaration made by the minister of Agriculture on 6th March, 1980. These first five park had the distinction of launching Indonesia's National Park Programme. The park, covering 15,196 ha, evolved from several already existing conservation areas: Cibodas Nature Reseve (240 ha), gazetted in 1889, was the oldest reserve in Indonesia and in 1925 was extended to 1,040 ha; Cimungkat Nature Reserve (56 ha) gazetted in 1919; situgunung Recreational Park (120 ha) gazetted in 1975; and Mount Gede Pangrango nature Reserve (14,000 ha) gazetted in 1978. The park is situated between longitudes 106°51'-107°02' East and latitudes 6°41-6°51' South. Administratively, it is shared between the Regencies of Bogor, Cianjur and Sukabumi. The Gede-Pangrango area has been the centre of much research over the last two centuries, so establishing its worldwide reputation. Sir Thomas Raffles organised the building of a path on the south-eastern slopes in 1811, although the earliest recorded climb of Mount Gede was by C.G.C. Reinwardt in 1819. Other explorations were conducted by F.W. Junghuhn (1839-1861), J.E. Teysmann (1839), A.R. Wallace (1861), S.H. Koorders (1890), M. Treub (1891) and W.M. van Leeuen (1911). C.G.G.J. van Steenis (1920-1952) collected and studied here in preparation for his now famous book: "The Mountain Flora of Java". published in 1972.

Today many Indonesian and foreign scientists carry on the tradition and, as a result, these mountains are one of the most well researched tropical forest systems in the world. Even so, in such a set of complex ecosystems, exact relationships between the myriad of species will keep biologists intrigued for many decades to come. Climate, topography and vegetation all interact. Gunung Gede-Pangrango, the twin volcanoes of West Java, is one of the first national parks in Indonesia. It covers a total forested area of 15,000 hectares. This area has a special place in the history of both conservation and botanical research in Indonesia. It includes the Cibodas Nature Reserve which has been the scene of numerous botanical and other studies for a period of well over a hundred years by a number of scientists and naturalists, including such eminent figures as Reinwardt, Junghunn and Wallace.

The park is within easy reach by road from Jakarta and Bandung, and the main entrance at Cibodas is situated about 120 km, or about 2.5 hours by car from Jakarta and 85 km or about 2 hours by car from Bandung.
It is also accessible from Cipanas and Pacet through Gunung Putri, just east of Cibodas; and from Sukabumi through Selabintana from the south at about 60 km or 1.5 hour by car from Bogor. Another entrance is at Situgunung, which can be reached through Cisaat, just west of Sukabumi. From these entrances (except from Situgunung) there are trails to the summits of Gunung Gede and Pangrango.

What to bring/Where to stay

Cool-weather clothing, rain coat, strong shoes for hiking, and camping equipments are recommended. Visitors have also to bring their own food, especiall for those who want to stay overnight in the park. Accomodation in the park is in simple guesthouses. The park also provides some camping grounds, including one at the Alun-alun Suryakencana, a flat area near the top of Gunung Gede. There are many hotels, villas and bungalows in the Puncak Pass-Cipanas area. This area is quite close to the Headquarters of the park.

Activities

Among the mountains in West Java, the twin volcanoes Gede-Pangrango are very famous for hiking and mountain climbing. There are 4 trails to go up to the summits of of the mountains; two trails are from Cibodas, one from Gunung Putri and another one from Selabintana, Sukabumi. Climbing the mountains and watching the sunrise from the top or the crater wall of Gunung Gede are the most exciting attractions for visitors.

Permit

A park entry permit is required for each visitor, and is available at the Park Headquarters, Cibodas.

You can enter the park by one of four gates :

Cibodas Gate (Cianjur) is the main entrance and the site of the park Headquarters. It is located about 100 km from Jakarta/2.5 hour drive; 89 km from Bandung/2 hour drive.

Gunung Putri Gate (Cianjur) is close to Cibodas and can be reached via Cipanas and Pacet.

Selabintana Gate (Sukabumi) is 60 km from Bogor/1.5 hour drive, and 90 km from Bandung/2 hour drive.

Situgunung Gate (Sukabumi) is 15 km from Selabintana in the direction of Bogor.

Except from Situgunung, Mount Gede and Pangrango summits may be reached on clearly marked trails.

Pantai Siung dan Tebing Siung

Pantai Siung, Memiliki 250 Jalur Panjat Tebing
Pantai Siung terletak di sebuah wilayah terpencil di Kabupaten Gunung Kidul, tepatnya sebelah selatan kecamatan Tepus. Jaraknya sekitar 70 km dari pusat kota Yogyakarta, atau sekitar 2 jam perjalanan. Menjangkau pantai ini dengan sepeda motor atau mobil menjadi pilihan banyak orang, sebab memang sulit menemukan angkutan umum. Colt atau bis dari kota Wonosari biasanya hanya sampai ke wilayah Tepus, itupun mesti menunggu berjam-jam.
Stamina yang prima dan performa kendaraan yang baik adalah modal utama untuk bisa menjangkau pantai ini. Maklum, banyak tantangan yang mesti ditaklukkan, mulai dari tanjakan, tikungan tajam yang kadang disertai turunan hingga panas terik yang menerpa kulit saat melalui jalan yang dikelilingi perbukitan kapur dan ladang-ladang palawija. Semuanya menghadang sejak di Pathuk (kecamatan pertama di Gunung Kidul yang dijumpai) hingga pantainya.
Seolah tak ada pilihan untuk lari dari tantangan itu. Jalur Yogyakarta - Wonosari yang berlanjut ke Jalur Wonosari - Baron dan Baron - Tepus adalah jalur yang paling mudah diakses, jalan telah diaspal mulus dan sempurna. Jalur lain melalui Yogyakarta - Imogiri - Gunung Kidul memiliki tantangan yang lebih berat karena banyak jalan yang berlubang, sementara jalur Wonogiri - Gunung Kidul terlalu jauh bila ditempuh dari kota Yogyakarta.
Seperti sebuah ungkapan, "bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian", begitulah kiranya perjalanan ke Pantai Siung. Kesenangan, kelegaan dan kedamaian baru bisa dirasakan ketika telah sampai di pantai. Birunya laut dan putihnya pasir yang terjaga kebersihannya akan mengobati raga yang lelah.Tersedia sejumlah rumah-rumah kayu di pantai, tempat untuk bersandar dan bercengkrama sambil menikmati indahnya pemandangan.
Satu pesona yang menonjol dari Pantai Siung adalah batu karangnya. Karang-karang yang berukuran raksasa di sebelah barat dan timur pantai memiliki peran penting, tak cuma menjadi penambah keindahan dan pembatas dengan pantai lain. Karang itu juga yang menjadi dasar penamaan pantai, saksi kejayaan wilayah pantai di masa lampau dan pesona yang membuat pantai ini semakin dikenal, setidaknya di wilayah Asia.
Batu karang yang menjadi dasar penamaan pantai ini berlokasi agak menjorok ke lautan. Nama pantai diambil dari bentuk batu karang yang menurut Wastoyo, seorang sesepuh setempat, menyerupai gigi kera atau Siung Wanara. Hingga kini, batu karang ini masih bisa dinikmati keindahannya, berpadu dengan ombak besar yang kadang menerpanya, hingga celah-celahnya disusuri oleh air laut yang mengalir perlahan, menyajikan sebuah pemandangan dramatis (lihat foto).
Karang gigi kera yang hingga kini masih tahan dari gerusan ombak lautan ini turut menjadi saksi kejayaan wilayah Siung di masa lalu. Menurut cerita Wastoyo, wilayah Siung pada masa para wali menjadi salah satu pusat perdagangan di wilayah Gunung Kidul. Tak jauh dari pantai, tepatnya di wilayah Winangun, berdiri sebuah pasar. Di tempat ini pula, berdiam Nyai Kami dan Nyai Podi, istri abdi dalem Kraton Yogyakarta dan Surakarta.
Sebagian besar warga Siung saat itu berprofesi sebagai petani garam. Mereka mengandalkan air laut dan kekayaan garamnya sebagai sumber penghidupan. Garam yang dihasilkan oleh warga Siung inilah yang saat itu menjadi barang dagangan utama di pasar Winangun. Meski kaya beragam jenis ikan, tak banyak warga yang berani melaut saat itu. Umumnya, mereka hanya mencari ikan di tepian.
Keadaan berangsur sepi ketika pasar Winangun, menurut penuturan Wastoyo, diboyong ke Yogyakarta. Pasar pindahan dari Winangun ini konon di Yogyakarta dinamai Jowinangun, singkatan dari Jobo Winangun atau di luar wilayah Winganun. Warga setempat kehilangan mata pencaharian dan tak banyak lagi orang yang datang ke wilayah ini. Tidak jelas usaha apa yang ditempuh penduduk setempat untuk bertahan hidup.
Di tengah masa sepi itulah, keindahan batu karang Pantai Siung kembali berperan. Sekitar tahun 1989, grup pecinta alam dari Jepang memanfaatkan tebing-tebing karang yang berada di sebelah barat pantai sebagai arena panjat tebing. Kemudian, pada dekade 90-an, berlangsung kompetisi Asian Climbing Gathering yang kembali memanfaatkan tebing karang Pantai Siung sebagai arena perlombaan. Sejak itulah, popularitas Pantai Siung mulai pulih lagi.
Kini, sebanyak 250 jalur pemanjatan terdapat di Pantai Siung, memfasilitasi penggemar olah raga panjat tebing. Jalur itu kemungkinan masih bisa ditambah, melihat adanya aturan untuk dapat meneruskan jalur yang ada dengan seijin pembuat jalur sebelumnya. Banyak pihak telah memanfaatkan jalur pemanjatan di pantai ini, seperti sekelompok mahasiswa dari Universitas Negeri Yogyakarta yang tengah bersiap melakukan panjat tebing ketika YogYES mengunjungi pantai ini.
Fasilitas lain juga mendukung kegiatan panjat tebing adalah ground camp yang berada di sebelah timur pantai. Di ground camp ini, tenda-tenda bisa didirikan dan acara api unggun bisa digelar untuk melewatkan malam. Syarat menggunakannya hanya satu, tidak merusak lingkungan dan mengganggu habitat penyu, seperti tertulis dalam sebuah papan peringatan yang terdapat di ground camp yang juga bisa digunakan bagi yang sekedar ingin bermalam.
Tak jauh dari ground camp, terdapat sebuah rumah panggung kayu yang bisa dimanfaatkan sebagai base camp, sebuah pilihan selain mendirikan tenda. Ukuran base camp cukup besar, cukup untuk 10 - 15 orang. Bentuk rumah panggung membuat mata semakin leluasa menikmati keeksotikan pantai. Cukup dengan berbicara pada warga setempat, mungkin dengan disertai beberapa rupiah, base camp ini sudah bisa digunakan untuk bermalam.
Saat malam atau kala sepi pengunjung, sekelompok kera ekor panjang akan turun dari puncak tebing karang menuju pantai. Kera ekor panjang yang kini makin langka masih banyak dijumpai di pantai ini. Keberadaan kera ekor panjang ini mungkin juga menjadi salah satu alasan mengapa batu karang yang menjadi dasar penamaan dipadankan bentuknya dengan gigi kera, bukan jenis hewan lainnya.
Wastoyo mengungkapkan, berdasarkan penuturan para winasih (orang-orang yang mampu membaca masa depan), Pantai Siung akan rejomulyo atau kembali kejayaannya dalam waktu yang tak lama lagi. Semakin banyaknya pengunjung dan popularitasnya sebagai arena panjat tebing menjadi salah satu pertanda bahwa pantai ini sedang menuju kejayaan. Kunjungan wisatawan, termasuk anda, tentu akan semakin mempercepat teraihnya kejayaan itu.

Sabtu, 17 Mei 2008

indonesia is a tropical country. because of that, it have many beautiful places for holiday, such as beach, mountain, jungle, etc. there are many outdoor activity in Indonesia such as Rock climbing, mountain and jungle explorer and scuba diving, rafting and many more..
i love out door activity because it is give me a spirit to do everything in my daily life.

so if you want to do the outdoor activity in Indonesia, please contact me at kml.adam@gmail.com